: Ragam Stimulasi Kecerdasan Anak Berdasarkan Usia :
www.yapkan.com / Tlp. 082117330200
SuaraMedia.com - Memiliki anak cerdas menjadi impian banyak
orangtua. Tahukah Moms, kecerdasan (IQ) si kecil tidak sepenuhnya dipengaruhi
oleh faktor keturunan, tapi juga faktor stimulasi. Berdasarkan riset,
perkembangan kecerdasan si kecil dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
nature dan nurture. Faktor nature mengacu pada faktor genetik atau keturunan.
Kita pasti sering mendengar komentar, “Kalau orangtuanya pintar, anaknya pasti
pintar”. Tapi benarkah? Belum tentu, karena faktor nurture atau stimulasi yang
berasal dari lingkungan juga berperan. Nurture berupa nutrisi tepat dan
stimulasi melalui musik, kegiatan, bermain, dan bahasa.
Banyak bergerak,
selain membuat anak aktif, juga dapat mengembangkan seluruh aspek
kecerdasannya. Di sisi lain, perkembangan kinestetik akan memperkuat kesadaran
sensori yang dimulai pada sistem saraf dan berujung pada sendi dan otot.
Stimulasi kinestetik
atau gerak diberikan melalui rangsangan gerak tubuh yang kemudian akan direspon
anak dengan gerakan tubuh pula. Stimulasi ini sangat bermanfaat terutama dalam
menumbuhkembangkan potensi kecerdasan anak.
Menurut Drs. Bambang
Sujiono, MPd., respon yang ditunjukkan oleh anak merupakan gerakan otot-otot
tubuh sebagai akibat dari adanya perintah dari sel saraf pusat.
Hampir setiap respon
gerakan melalui perintah otak. Kecuali gerak refleks tubuh yang merupakan
gerakan spontan otot-otot tubuh tanpa adanya perintah dari otak. Itu sebabnya,
bila rangsangan kinestetik diberikan kepada anak dengan melibatkan gerakan
tubuh, sel-sel otaknya semakin banyak terstimulasi. Ini berarti, seluruh
potensi kecerdasan yang dimiliki anak akan tumbuh dan berkembang.
Staf Pengajar di
Fakultas Ilmu Keolahragaan UNJ ini, kemudian memberikan ragam stimulasi
kinestetik mulai usia 0 hingga 6 tahun.
Usia 0-1 tahun
Di usia 3-4 bulan
kandungan, janin sudah menunjukkan gerakan tubuh pertamanya, yang semakin
bertambah sejalan dengan pertambahan usia kehamilan. Gerakan kedua muncul saat
bayi lahir, yaitu gerak refleks.
“Gerakan seperti
mengisap puting susu ibu, gerak refleks tangan dan kaki, mengangkat kepala saat
ditengkurapkan, dan membuka jari saat telapak tangannya disentuh, merupakan
gerakan refleks yang bertujuan untuk bertahan hidup,” tutur konsultan dan
stimulator potensi kecerdasan anak ini.
Ditambahkan ayah tiga
anak ini, gerak refleks seharusnya distimulasi agar kemampuan awal si kecil
terbentuk. Contohnya, bila gerak refleks tangan distimulasi dengan baik, dalam
usia 2-3 bulan, bayi memiliki kemampuan menggenggam benda-benda yang berukuran
besar.
Stimulasi yang
bertahap dan berjenjang akan memberikan manfaat dalam kemampuan dan
keterampilan menggenggam pada bayi. Bayi akan mampu menggenggam benda-benda
yang lebih kecil hingga akhirnya bisa menggenggam sendok atau pensil warna.
Kemampuan kinestetik
lain yang mesti dimiliki bayi usia 3-6 bulan adalah merayap dan merangkak.
Kemampuan ini merupakan awal dari perkembangan bergerak maju, duduk, berdiri,
dan berjalan. Orangtua bisa menempatkan bola warna-warni di depan bayi saat ia
tengkurap. Warna-warni akan menarik bayi untuk mengambil dengan berusaha
bergerak maju.
Setelah merangkak,
anak akan belajar berjalan. Untuk berjalan, diperlukan kekuatan otot kaki,
punggung, perut, keseimbangan tubuh, koordinasi mata-tangan-kaki, serta aspek
mental, emosional, dan keberanian. Dengan banyaknya aspek yang terlibat dalam
proses berdiri dan berjalan, jumlah sel otak yang terstimulasi pun bertambah
banyak. Saat belajar berjalan, anak mencoba merambat dan berdiri sambil
berpegangan benda-benda yang kuat.
Usia 1-2 tahun
Di usia setahun,
seluruh kemampuan dan keterampilan kinestetiknya sudah terbentuk. Untuk itu,
perlu diberikan pengembangan stimulasi dengan penambahan pada bentuk, media,
tingkat kesulitan, dan lainnya. Cara yang mudah adalah banyak bermain bersama
anak seperti berlari, melompat, melempar, menangkap, berguling, dan lain-lain.
Anak akan lebih mudah
belajar melempar daripada menangkap. Agar kemampuan anak menangkap bola atau
benda bertambah, rajin-rajinlah orangtua bermain lempar-tangkap bola. Dengan
cara ini pula kemampuan koordinasi mata dan tangan anak akan terlatih. Bila
anak sudah mampu menangkap dan melempar, tingkat kesulitannya bisa ditambah.
Contohnya, menambah jarak lempar-tangkap, mengganti bola yang lebih besar
dengan yang kecil, serta arah lemparan semakin cepat.
Teknik-teknik tersebut
akan membantu menguatkan otot-otot lengan anak serta mengembangkan keterampilan
motorik halus dan kasar, koordinasi mata-tangan, visual-spasial, kecepatan
reaksi, dan kelenturan. Kesemuanya, menurut Bambang, merupakan respon dari
sel-sel otak.
Keterampilan motorik
halus dan kasar berguna untuk kemampuan menulis, menggambar, melukis, dan
keterampilan tangan lainnya. Anak juga bisa dilatih mengembangkan otot kaki,
misalnya menendang bola, melompat dengan dua kaki, serta menaiki anak tangga
(tentu dibantu orang dewasa).
Usia 3-4 tahun
Di usia ini,
keterampilan dan kemampuan anak sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak usia
1-2 tahun. Perbedaan yang nyata hanya pada kualitasnya. Anak usia 3-4 tahun
berlari lebih cepat ketimbang anak usia 1-2 tahun, lemparannya lebih kencang,
dan sudah mampu menangkap dengan baik.
Kemampuan motorik
kasar otot kaki anak, selain berjalan dan berlari cepat, antara lain mampu
melompat dengan dua kaki, memanjat tali, menendang bola dengan kaki kanan dan
kiri. Untuk motorik kasar otot lengan, anak mampu melempar bola ke berbagai
arah, memanjat tali dengan tangan, mendorong kursi, dan lainnya.
Kemampuan yang
melibatkan motorik halus untuk koordinasi mata-tangan, yaitu mampu
memantul-mantulkan bola beberapa kali, menangkap bola dengan diameter lebih
kecil, melambungkan balon, keterampilan coretan semakin baik.
Agar kemampuan dan
keterampilan motorik halus serta kasar kian berkembang, anak bisa diberikan
stimulasi kinestetik. Ia mencontohkan beberapa hal seperti berjalan atau
berlari zigzag, berjalan dan berlari mundur untuk mengembangkan otak kanan,
melompat dengan dua kaki ke berbagai arah, menendang bola dengan kaki kanan
atau kiri ke berbagai arah, melempar bola ke berbagai arah dengan bola sedang
sampai kecil, melempar bola ke sasaran seperti huruf, angka, atau gambar,
menangkap bola dari berbagai arah, bermain bulutangkis, mencoret-coret berbagai
bentuk geometri untuk mengembangkan otak kiri dan kanan, serta menggerakkan
kedua tangan dan kaki dengan memukul drum mainan.
Usia 5-6 tahun
Pada usia 5-6 tahun,
hampir seluruh gerak kinestetiknya dapat dilakukan dengan efisien dan efektif.
Gerakannya pun sudah terkoordinasi dengan baik. Namun, seperti diungkapkan
Bambang, anak kelompok usia ini lebih menyukai permainan yang tidak banyak
melibatkan motorik kasar. Mereka lebih menyukai permainan yang menggunakan
kemampuan berpikir seperti bermain puzzle, balok, bongkar pasang mobil, serta
mulai tertarik pada games di komputer maupun play station.
Faktor genetika memang
mempengaruhi tingkat kecerdasan anak saat dilahirkan. Namun kecerdasan saat
anak beranjak dewasa juga ditentukan dari nutrisi dan stimulasi yang diberikan
oleh orang tua mereka. Kedua hal ini, yaitu nutrisi dan stimulasi, bahkan
paling berperan menentukan kecerdasan anak dalam masa pertumbuhan.
Saat seorang anak
dilahirkan, otaknya belum tumbuh dengan sempurna. Pertumbuhan otak anak ini
berlangsung pada usia lima tahun pertama atau biasa disebut periode emas pertumbuhan.
Pada masa inilah orangtua berperan sangat penting dalam memberikan stimulasi
agar perkembangan otak optimal dan anak mencapai kecerdasan yang tinggi di
kemudian hari.
Stimulasi adalah
kegiatan merangsang dan melatih kemampuan anak yang berasal dari lingkungan
luar anak (orang tua atau pengasuhnya). Untuk itu tentu saja anak juga
membutuhkan dukungan nutrisi yang cukup berupa protein, energi serta asam lemak
essensial seperti AA, DHA, asam amino essensial T&T (Tirosin dan
Triptofan), mineral seperti Fe, Ca, Zn.
"Tujuan stimulasi
untuk balita usia 0-1 tahun adalah agar mereka harus mengenal sumber suara dan
mencari objek yang tidak kelihatan, melatih kepekaan perabaan, koordinasi
mata-tangan dan mata- telinga," ujar Dr. dr. Kusnandi Rusmil Sp.A (K),
Ahli Tumbuh Kembang Anak dari Rumah Sakit Hasan Sadikin.
Sedangkan untuk balita
usia 2-3 tahun stimulasi yang diperlukan adalah melatih mengembangkan
ketrampilan berbahasa, warna, mengembangkan kecerdasan dan daya imajinasi.
Tahapan balita usia 3-6 tahun adalah mengembangkan kemampuan perbedaan dan
persamaan, berhitung, menambah dan sportivitas. Stimulasi akan membuat sistem
syaraf berfungsi dengan baik.
"Tumbuh kembang
otak manusia mencapai puncaknya saat balita mencapai usia lima tahun. Oleh
karena itu, pemenuhan nutrisi untuk tumbuh kembang otak yang optimal bagi
balita harus diperoleh setiap harinya dari 3 kali makan utama, 2 kali snack dan
2 gelas (400ml) susu," ujar Yeni Novianti, Ahli nutrisi Frisian Flag
Indonesia.
Selain bantuan
stimulasi dan nutrisi, yang tidak kalah penting adalah dukungan keluarga dalam
mengoptimalkan stimulasi pada anak. Pemberian stimulasi dan nutrisi pada anak
tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada pengasuh atau baby sitter. Orangtua
harus berperan aktif membina kebersamaan keluarga dan menciptakan waktu
berkualitas (quality time) dengan waktu yang sedikit namun dimanfaatkan
sebaik-baiknya.
Hal itu bisa
diterapkan dalam hal sederhana misalnya makan bersama. Kesempatan itu dapat
dimanfaatkan untuk mengenalkan aneka ragam makanan, nama dan warnanya kepada
anak, serta mengajarkan ketrampilan makan.
Saat anak minum susu
dapat dibarengi membacakan buku cerita atau menonton televisi sambil
menyelipkan pesan manfaat minum susu bagi anak. Usahakan mendampingi anak dan
bercakap-cakap saat menonton televisi. Ajak anak berolahraga atau bermain
mengenal alam dan lingkungannya pada akhir pekan.
"Kebersamaan
antar orang tua dan anak sangat dibutuhkan untuk menjalin komunikasi guna
memungkinkan pemberian stimulasi dan nutrisi yang tepat untuk anak, " ujar
Psikolog anak dari Uiversitas Indonesia, Efriyani Djuwita MSi.
Kebutuhan stimulasi
atau upaya merangsang anak untuk memperkenalkan suatu pengetahuan ataupun
keterampilan baru ternyata sangat penting dalam peningkatan kecerdasan anak.
Stimulasi pada anak dapat dimulai sejak calon bayi berwujud janin, sebab janin
bukan merupakan makhluk yang pasif. Di dalam kandungan, janin sudah dapat
bernapas, menendang, menggeliat, bergerak, menelan, mengisap jempol, dan
lainnya. Sedangkan stimulasi utama diberikan khusus untuk anak usia 0 - 7
tahun.
Di dalam perkembangan
seorang anak, stimulasi merupakan suatu kebutuhan dasar. Stimulasi dapat
berpe-ran untuk peningkatan fungsi sensorik (dengar, raba, lihat rasa, cium),
motorik (gerak kasar, halus), emosi-sosial, bicara, kognitif, mandiri, dan
kreativitas (moral, kepemimpinan). Selain itu, stimulasi juga dapat merangsang
sel otak (sinaps).
Seorang pembicara,
Hartono Gunardi, mengatakan, sel otak pada bayi dibentuk semenjak 6 bulan masa
kehamilan. Karena itu, proses stimulasi sudah bisa dan harus dilakukan semenjak
usia janin 23 minggu. Dalam masa kehamilan, proses stimulasi bisa dilakukan
dengan berbagai cara, seperti rangsang suara (adanya efek Mozart), gerakan
perabaan, bicara, menyanyi, dan bercerita.
Menurut Hartono,
semakin dini dan semakin la-ma stimulasi itu dilakukan, maka akan semakin besar
manfaatnya. Katanya, ada beberapa tahapan kegunaan dari proses stimulasi pada
bayi ketika pertama kali dilahirkan. Pada usia bayi 0 - 6 bulan, penyesuaian
dan persepsi ibu dapat terbentuk melalui proses stimulasi. Sedangkan, pada usia
0 - 36 bulan intelektual dan perilaku mulai terbentuk. Sementara pada usia 0 -
48 bulan, kognitif , dan 0-96 bulan keahlian membaca dan menulis perlu
dirangsang. "Stimulasi semenjak dini juga sangat diperlukan dalam
merangsang perkembangan otak, baik itu otak kanan maupun otak kiri,"
tambahnya.
Sementara itu,
Psikolog dan Play Therapist, Mayke S Tedjasaputra, mengatakan, respons terhadap
suara dan vibrasi tampaknya dimulai pada usia 26 minggu masa kehamilan dan
meningkat sampai akhirnya menetap pada usia 32 minggu. Ia menceritakan, ada
suatu penelitian yang meneliti tentang respons janin berusia 26 minggu yang
diperdengarkan sebuah cerita secara terus menerus oleh ibunya.
Hasilnya, kata Mayke,
di usia 3 hari setelah kelahirannya, bayi tersebut ternyata menghisap putting
ibunya secara lebih aktif dibandingkan ketika mendengar dua cerita lain yang
jarang diceritakan oleh ibunya. "Respons terhadap suara ibu pun lebih aktif
bila dibandingkan respons terhadap suara-suara orang lain," ujarnya
melanjutkan cerita.
Menurut Mayke, usapan
halus yang dilakukan di perut ibu yang sedang mengandung juga diperlukan untuk
membuat janin merasa tenang. Katanya, bila janin banyak bergerak, seorang ibu
dapat melakukan usapan lembut pada perutnya. Tetapi, sekalipun stimulasi untuk
janin diperlukan, dalam pelaksanaannya haruslah dilakukan secara bijaksana.
"Jangan sampai orang tua terlalu bersemangat menstimulasi janinnya
sehingga lupa kebutuhan janin untuk beristirahat," tambahnya
Dalam penjelasannya,
Mayke menegaskan akan pentingnya bermain dalam proses stimulasi yang dilakukan
pada anak. Sebab, menurut Mayke bermain adalah dunia kerja anak. "Nah
dalam proses bermain inilah penyediaan waktu orang tua untuk menjadikan sarana
bermain sebagai media efektif peningkatan kecerdasan anak sangat
diperlukan," tambahnya.
DHA-ARA
Di lain hal, Soepardi
Soedibyo dalam penjelasannya, mengatakan akan pentingnya zat asam
dokosaheksaenoat (DHA) dan asam arakhidonat (ARA) pada bayi. Menurutnya, zat
DHA-ARA sangat diperlukan dalam proses perkembangan kecerdasan bayi, baik
ketika masih didalam kandungan maupun setelah lahir.
Kandungan DHA dan ARA
telah teruji secara klinis membantu perkembangan otak dan meningkatkan
ketajaman penglihatan. "Ketika sebelum lahir, suplai zat ini diberikan
oleh ibu melalui plasenta, sedangkan setelah lahir diberikan melalui Air Susu
Ibu atau ASI," ungkapnya. Oleh karena itu tambahnya, ASI merupakan satu
hal yang penting bagi seorang ibu untuk diberikan kepada bayi. Menurutnya, bayi
yang mendapatkan ASI, tingkat IQ atau kecerdasannya lebih baik.
Kematangan sistem imun
pada bayi yang diberikan ASI juga lebih baik daripada formula biasa.
"Sebab, kandungan DHA-ARA terdapat pada ASI, bukan pada susu sapi,"
terangnya.
Soepardi menambahkan,
proses pemberian ASI pada bayi yang paling baik adalah pada masa enam bulan
pertama setelah lahir. Pada masa itu, kandungan LC-PUFA (asam lemak yang
diperlukan pada saat pembentukan sel membran, otak dan penglihatan) cukup
dipenuhi kebutuhannya bagi bayi. Bayi baru lahir tidak mampu mensintesiskan
secara keseluruhan untuk kebutuhannya, sehingga perlu mendapat AA dan DHA yang
berasal dari LC-PUFA dari ibu semasa kehamilan.
Selain berguna bagi
bayi, pemberian ASI pada bayi dikatakan Soperdi sangat memberikan keuntungan
pada seorang ibu. Risiko keganasan pada payudara, ovarium, dan uterus, maupun
osteoporosis dapat dikurangi dengan memberikan ASI pada bayi. "Keuntungan
yang lain adalah mempercepat penyembuhan sesudah melahirkan dan pengembalian
berat badan," tambahnya.
“Nutrisi itu adalah
basic atau infrastruktur. Kalau infrastruktunya bagus, maka mudah menerima
stimulasi. Kalau stimulasi baik, maka mudah menerima pelajaran,” jelas Dr Dwi
Putro Widodo SpA(K), konsultan ahli saraf anak RSCM.
Nyatanya, tegas Dr
Dwi, setelah dilahirkan, stimulasi jauh lebih dibutuhkan seorang anak daripada
nutrisi. Karena saat itulah, inderanya sudah berkembang sempurna. Hanya ada
satu periode dalam kehidupan manusia untuk melewati Golden Period atau Golden
Age. Periode yang dimulai sejak janin berusia kira-kira 28 minggu (trimester
ketiga) hingga anak usia tiga tahun ini sangat optimal bagi anak untuk menerima
berbagai stimulasi.
“Selama periode
tersebut, terjadi percepatan pertumbuhan otak anak. Dari yang semula 350 gram
menjadi 1200 gram. Tidak berbeda jauh dengan otak orang dewasa yang beratnya
1250 gram karena setelah usia tiga tahun, otak kita berkembang lamban,” terang
Dr Dwi.
Stimulasi berupa
pengalaman sensorik (mendengar, melihat, meraba, menghirup, dan mengecap)
merupakan ”guru” yang sangat baik untuk sel-sel otak si kecil. Pengalaman
sensorik mengajarkan sel-sel otak tentang tugasnya. Semakin dini dan semakin
sering Moms menstimulasi otak si kecil, maka semakin besar manfaatnya terhadap
tumbuh kembangnya.
“Proses pembelajaran
pada seorang anak terjadi pada saat ia terekspos berbagai stimulasi. Stimulasi
yang berulang-ulang membantu sel otak anak membentuk koneksi antarsel saraf
otak sehingga mendukung proses pembelajaran dan daya ingat,” jelas Dr Dwi.
(fn/k2m/gz/ok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar